Jakarta – Satgas Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P3GN) Bareskrim Polri baru-baru ini berhasil mengungkap jaringan peredaran gelap narkoba dan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Jambi.
Pengungkapan ini menjadi bukti nyata komitmen Polri dalam memberantas peredaran narkoba dan memastikan keadilan bagi masyarakat.
Kasatgas P3GN Irjen Asep Edi Suheri menyampaikan bahwa pihaknya bertekad untuk menuntaskan setiap kasus terkait peredaran narkoba, tidak hanya dengan menghentikan aliran narkotika, tetapi juga dengan menginvestigasi aliran dana dari kejahatan tersebut.
Irjen Asep menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama antara Polda Jambi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Bea-Cukai. Ia mengungkapkan bahwa perhatian besar terhadap pengungkapan narkoba ini merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo, yang kemudian dieksekusi oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui penegakan hukum yang tegas.
Dalam penyelidikan yang dilakukan, penangkapan pertama terjadi pada 22 Maret 2024, saat tersangka berinisial AY ditangkap karena kepemilikan sabu di Tanjung Jabung Barat.
Dari pengakuannya, AY menyebutkan bahwa ia mendapatkan barang haram tersebut dari tersangka lain berinisial AA. Penyelidikan berlanjut dengan penangkapan AA pada 28 Juli 2024 di Indragiri Hilir, Riau, bersama dengan barang bukti sabu.
Asep menambahkan bahwa AA mengaku mendapatkan sabu dari dua orang berinisial HDK dan DD, yang menyuplai narkoba dalam jumlah besar. Proses penegakan hukum terus berlanjut hingga pihak kepolisian menangkap DD di sebuah hotel di Jakarta pada 9 Oktober 2024.
Penangkapan DD mengungkap bahwa jaringan ini memiliki hingga tujuh lapak atau basecamp di wilayah Jambi, dengan kemampuan untuk menjual narkotika jenis sabu sebanyak 500 hingga 1.000 gram setiap minggu.
Menurut Irjen Asep, keuntungan yang diperoleh dari penjualan narkoba oleh jaringan ini bisa mencapai antara Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar setiap minggunya. Menariknya, sekitar 70 persen dari uang tersebut diserahkan kepada HDK, yang merupakan pengendali utama jaringan.
“Jaringan ini dikendalikan oleh tiga bersaudara yang saling berhubungan erat, yaitu HDK, DS alias T, dan TM alias AK,” ungkap Asep.
Dalam pengembangan kasus ini, Polri juga menangkap L, yang merupakan bagian dari jaringan tersebut. Lima tersangka telah diidentifikasi, yaitu HDK sebagai pengendali, DD sebagai kaki tangan HDK, serta DS alias T dan TM alias AK sebagai koordinator lapak, sementara MA berperan sebagai bendahara sekaligus kurir.
Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Narkotika dan TPPU, yang dapat mengakibatkan hukuman penjara seumur hidup.
“Kami akan terus mengusut tuntas jaringan ini dan memastikan bahwa kejahatan narkoba tidak hanya dihentikan, tetapi juga semua aset hasil kejahatan akan disita,” tegas Irjen Asep.
Dengan pengungkapan ini, Polri menegaskan dedikasi dan komitmennya dalam memberantas narkoba, menjaga keamanan masyarakat, serta menciptakan lingkungan yang bebas dari penyalahgunaan narkotika. Upaya ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serta menurunkan angka peredaran narkoba di Indonesia, demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.