Semarang (22/4) – Paralegal memegang peranan krusial dalam upaya pendampingan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan. Selain berperan sebagai mediator, paralegal turut membantu korban dalam mengakses keadilan, memberikan pendampingan awal, serta memastikan hak-hak korban terlindungi selama proses penanganan kasus.
“Hari ini saya berkunjung ke Provinsi Jawa Tengah, salah satunya untukLaunchingRelawan Paralegal Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Provinsi Jawa Tengah yang sudah melakukan pelatihan secara bertahap. Kehadiran dan peran paralegal ini penting untuk mendampingi masyarakat di tingkat akar rumput ketika melihat atau mengalami kekerasan terhadap perempuan maupun anak,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, di Semarang, Minggu (20/4).
Menteri PPPA menyebutkan, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 adalah 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual dan/atau fisik dari pasangan dan/atau selain pasangan selama hidupnya. Sementara itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 menunjukkan, prevalensi kekerasan terhadap anak usia 13-17 tahun pernah mengalami salah satu atau lebih kekerasan sepanjang hidup mereka.
“Kondisi ini mendorong seluruhstakeholderyang ada untuk bersama-sama berkomitmen dan berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan bangsa saat ini. Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dengan segala keterbatasan sumber daya yang ada. Partisipasi masyarakat akan menjadi daya dorong dan potensi besar dalam menuntaskan salah satu tantangan pembangunan perempuan dan anak,” tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA berharap, gerakan yang dilakukan oleh Pimpinan Wilayah Muslimat NU Provinsi Jawa Tengah dapat menjadi praktik baik pendampingan perempuan dan anak korban kekerasan di organisasi ataupun daerah lainnya. “Saya percaya bahwa kekuatan untuk mencegah dan menangani kekerasan bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah semata, tetapi dukungan dari masyarakat sebagai salah satu pilarnya,” imbuh Menteri PPPA.
Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen turut mengapresiasi sinergi Muslimat NU Provinsi Jawa Tengah dalam pendampingan perempuan dan anak korban kekerasan melalui peran paralegal. Taj Yasin menyebutkan, paralegal yang dilatih oleh Muslimat NU Provinsi Jawa Tengah akan dikolaborasikan dengan salah satu program Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kecamatan Berdaya.
“Nanti pendampingan yang dilakukan pada perempuan dan anak korban kekerasan bukan hanya terhadap sisi hukumnya saja, tetapi juga bagaimana para korban ini bisa berdaya. Nanti kita dampingi terkait ekonominya, kalau masih di tingkat sekolah bagaimana mereka tetap mendapatkan pendidikan yang baik, dan lain sebagainya,” kata Taj Yasin.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pimpinan Wilayah Muslimat NU Provinsi Jawa Tengah, Ismawati Hafieedz mengatakan, program Paralegal Muslimat NU bertujuan untuk memberikan penyuluhan dan pendampingan hukum kepada masyarakat, terutama perempuan dan anak. Pihaknya telah melatih 90 orang paralegal se-Jawa Tengah yang siap menjadi agen perubahan di masyarakat.
“Melalui program ini, Pimpinan Wilayah Muslimat NU Provinsi Jawa Tengah berharap dapat meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan bisa menjadi contoh bagi lembaga masyarakat lainnya dalam pelayanan meningkatkan kesadaran hukum dan keadilan sosial,” pungkas Ismawati.
Pada rangkaian kegiatan tersebut, Menteri PPPA dan Taj Yasin yang mewakili Gubernur Provinsi Jawa Tengah juga melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Percepatan Program Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Provinsi Jawa Tengah. Melalui nota kesepahaman tersebut, kedua pihak bersinergi dalam berbagai isu, mulai dari penguatan pengarusutamaan gender, pemberdayaan ekonomi perempuan, pencegahan dan penanganan kekerasan, peningkatan kualitas keluarga, hingga penguatan Ruang Bersama Indonesia untuk penguatan Kecamatan Berdaya di Provinsi Jawa Tengah.