Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat komitmennya dalam melestarikan dan mengembangkan industri batik nasional agar semakin adaptif terhadap dinamika pasar, khususnya dalam menghadapi pergeseran tren dan selera generasi muda. Upaya ini dijalankan secara strategis oleh Kemenperin melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA) yang bekerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI), sebagai bagian dari langkah untuk menjaga warisan budaya sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Saya ingin GBN dapat menjadi gerakan besar, suatu pengingat bagi kita untuk mencintai, menggunakan dan melestarikan batik sebagai identitas bangsa. Kita perlu bersama-sama menumbuhkan dan menjaga kebanggaan masyarakat terhadap batik yang tidak hanya sebagai simbol tradisi, tetapi juga sebagai bagian dari gaya hidup masa kini. Ini tidak kuno, ini berkelas, dan bisa menjadi industri yang jangka panjang,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam pembukaan Gelar Batik Nusantara (GBN) 2025 di Pasaraya Blok M, Jakarta Rabu (30/7).
Acara ini turut dihadiri oleh Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Selvi Gibran Rakabuming, Ketua Harian Dekranas Tri Tito Karnavian, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Widyanti Putri Wardhana, pendiri Yayasan Batik Indonesia (YBI) Jultin Ginandjar Kartasasmita serta Ketua Umum Yayasan Batik Indonesia (YBI) Gita Gita Pratama Kartasasmita.
Menperin menyebut industri batik perlu melakukan inovasi produk, meningkatkan daya saing produk, efisiensi produksi, sampai edukasi mengenai batik kepada target konsumen, demi menghadapi pergeseran selera pasar, terutama untuk membidik pasar generasi muda (Generasi Z). Hal ini diperlukan mengingat Generasi Z yang memiliki karakter berjiwa aktif, mengedepankan orisinalitas atau keunikan dari makna suatu produk, sertq peka terhadap isu sosial dan lingkungan.
Dalam konteks tersebut, Menperin menegaskan pelestarian batik harus disertai kontribusi nyata masyarakat melalui konsumsi produk dalam negeri. “Bangga saja tidak cukup. Kita semua harus belanja produk batik. Karena dengan belanja, kita melestarikan ekosistem budaya nasional, sekaligus menggerakkan ekonomi para pengrajin batik di berbagai daerah,” tegasnya.
Saat ini, industri batik tersebar di 11 provinsi dengan hampir 6.000 unit usaha dan sekitar 200 sentra IKM. Namun, tantangan regenerasi dan peralihan profesi membuat jumlah perajin menurun signifikan sejak pandemi. Oleh karena itu, Kemenperin mendorong inovasi dalam desain, teknologi, serta strategi pemasaran untuk menjangkau pasar baru seperti Generasi Z.
Data Direktori Sentra BPS tahun 2020 menunjukkan nilai ekspor batik masih di bawah USD 8 juta, namun meningkat 76% dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, pasar domestik memperlihatkan pertumbuhan signifikan dengan batik yang kini semakin dipakai sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari, terutama di kalangan anak muda.
“Tren di kalangan generasi muda Indonesia saat ini menunjukkan bahwa batik semakin sering dikenakan dalam keseharian, tidak terbatas pada acara formal. Ini merupakan peluang emas yang perlu dimanfaatkan melalui inovasi desain dan strategi pemasaran yang tepat,” ungkap Menperin.
Dalam rangkaian GBN dan Hari Batik Nasional 2025, Kemenperin menyelenggarakan sejumlah webinar seperti “Batik untuk Gen Z: Tradisi Menjawab Tren” dan “Cinta Wastra Nusantara: Penerapan Keberlanjutan Lingkungan pada Industri Batik”, yang bertujuan mendekatkan batik dengan pasar muda serta memperkuat komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan.
Tahun ini, Kemenperin dan YBI menetapkan Batik Merawit asal Cirebon sebagai ikon Gelar Batik Nasional-Hari Batik Nasional 2025. Pameran Gelar Batik Nusantara diselenggarakan pada 30 Juli-3 Agustus 2025 di Pasaraya Blok M Jakarta, dengan berbagai rangkaian program kegiatan di dalamnya. Selain pameran dari sejumlah IKM, akan ada fashion show, talkshow, dan workshop sepanjang acara berlangsung. Adapun talkshow tersebut di antaranya mengangkat topik “Mengenal Batik Sawit Ramah Lingkungan”, “Urban Batik, Ketika Warisan Menjadi Gaya”, “Memeluk Warisan, Menyapa Masa Kini”, serta talkshow “Menggambar dan Menulis sebagai Upaya Preservasi Industri dan Budaya Batik”.
“Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, serta kalangan akademisi menjadi faktor kunci dalam membangun ekosistem industri batik yang kuat dan berkelanjutan. Upaya ini tidak hanya menjaga warisan budaya leluhur, tetapi juga meletakan fondasi bagi masa depan industri wastra nusantara yang berdaya saing menuju visi Indonesia Emas 2045,” imbuh Menperin.