Jakarta, 5 Juli 2024 — Dalam menyambut tahun ajaran baru tahun 2024/2025, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen), kembali menggelar Puncak Festival Kurikulum Merdeka.
Festival yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (5/7) ini membawa semangat untuk menyebarluaskan berbagai inovasi dalam penerapan Kurikulum Merdeka, sekaligus menjadi upaya menciptakan pemahaman tentang pentingnya pembelajaran bermakna dan menyenangkan melalui Kurikulum Merdeka.
“Melalui 46 karya Potret Cerita terpilih, Kemendikbudristek ingin menunjukkan bahwa proses implementasi Kurikulum Merdeka telah menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan, pembelajaran yang relevan dengan lingkungan sekitar, dan mendukung potensi serta bakat minat yang dimiliki oleh peserta didik Indonesia,” ujar Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen, Iwan Syahril, di Jakarta, Jumat (5/7).
Dirjen Iwan menambahkan, ekspresi dan praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka melalui Potret Cerita diyakini dapat menguatkan satuan pendidikan dan orang tua dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran baru ini. Bicara tentang penguatan, Dirjen Iwan turut menceritakan pengalamannya saat bertemu dan melihat praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka di berbagai daerah.
“Salah satu praktik baik tersebut adalah Kampanye Bertani Urban (Kamberu), ekstrakurikuler murid SMA Negeri 8 Manado. Kamberu merupakan hasil kolaborasi antara orang tua dan guru untuk menciptakan inovasi yang erat dengan kondisi alam dan kearifan lokal. Bahkan, salah satu program ekstrakurikuler ini bernama Aquaponik akan mewakili Indonesia dalam kegiatan Young Eco Stars Program,” ungkap Iwan.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa penerapan Kurikulum Merdeka dengan baik adalah sebuah proses belajar untuk mengubah cara pandang dan praktik pembelajaran, sekaligus menuju paradigma yang lebih berorientasi pada murid. “Mari bergotong royong bersama untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan secara berkelanjutan serta pembelajaran menyenangkan bagi murid di seluruh daerah di Indonesia melalui Kurikulum Merdeka,” pungkasnya.
Selain itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Aswin Wihdiyanto, mengatakan bahwa Puncak Festival ini digelar sebagai ruang bagi seluruh ekosistem pendidikan, khususnya kepada pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, dan orang tua dalam berekspresi, sekaligus wadah apresiasi dalam mengimplementasi dan mendukung Kurikulum Merdeka.
“Festival Kurikulum Merdeka menggambarkan geliat pendidikan yang semakin berpihak kepada murid dan wujud nyata praktik baik inovasi pembelajaran melalui Kurikulum Merdeka. Festival ini juga berisikan Pameran Potret Cerita, Gelar Wicara, Pemutaraan Film Dokumenter sebagai gambaran relevan pembelajaran dan menyenangkan dengan Kurikulum Merdeka,” ucapnya.
Mengakhiri sambutannya, Aswin mengucapkan terima kasih kepada sekolah, guru, orang tua, mitra, dan komunitas atas berbagai upaya peningkatan kualitas layanan pendidikan di Indonesia. “Mari terus bangun budaya saling berbagi dan belajar bersama melalui upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan layanan pendidikan secara berkelanjutan. Mari bersama ciptakan pembelajaran berkualitas melalui Kurikulum Merdeka,” pungkas Aswin.
Bicara tentang Pameran Potret Cerita, Meildy Louisa Kese, Guru SMP Lentera Harapan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur menampilkan karya berjudul Read, Grow, and Inspire. Dalam karyanya, ia bercerita tentang kegiatan peningkatan literasi peserta didik yang dilakukan di sekolahnya.
“Praktik baik yang dilakukan sekolah adalah dengan mengajak para murid SMP untuk melakukan aktivitas bercerita kepada murid jenjang SD dan TK. Sebelum melakukan hal tersebut, para murid SMP terlebih dahulu membaca cerita dengan dibimbing oleh guru, setelah itu satu murid SMP dapat melakukan aktivitas bercerita kepada satu hingga tiga murid SD atau TK, sehingga terciptanya interaksi untuk meningkatkan minat dan kemampuan literasi,” ungkap Meildy.
Terkait implementasi Kurikulum Merdeka, Meildy menceritakan pengalaman menariknya terkait pelaksanaan Projek Penguatan Profi Pelajar Pancasila (P5). Para murid di sekolahnya menyambut baik dan sangat antusias untuk membuat sekolah bermakna dan menyenangkan tanpa perundungan.
“Para murid belajar memahami apa itu perundungan dan berbagai jenis perundungan. Lalu, mereka melakukan analisis dan survey kepada seluruh murid SMP terkait apakah di sekolah atau lingkungan terjadi perundungan. Yang menarik adalah bagaimana mereka mempresentasikan survey tersebut kepada sesama rekannya, terlihat bagaimana mereka dapat menganalisis sebuah topik, mengolah data, dan mempresentasikan hal tersebut di depan khalayak,” ucapnya.
Meildy berharap, seluruh sekolah di Indonesia dapat mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Sehingga, para murid dapat mengekspresikan kreativitasnya dan membuat lingkungan sekolah menjadi bermakna dan menyenangkan.
Senada dengan Meildy, Tri Sujarwo, merupakan salah satu orang tua yang menampilkan karya Potret Cerita dengan judul Mendongeng Seru Bersama Ayahku. Ia merupakan ayah dari anak yang bersekolah pada Kelompok Bermain di Lampung.
“Keterkaitan karya ini dengan Kurikulum Merdeka adalah bagaimana memaksimalkan peran orang tua di rumah kepada anak dengan cara yang disukai oleh anak. Saya menggunakan metode mendongeng untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak saya,” tuturnya.
Tri menyebut, dengan Kurikulum Merdeka membuat anaknya semangat bersekolah dan belajar. Cara pembelajaran pada kurikulum ini berfokus pada kemerdekaan murid dan menggali potensi yang dimiliki, sehingga anak saya merasa sekolah menjadi tempat yang menyenangkan untuknya.
“Semoga para orang tua yang memiliki anak usia bersekolah dapat memiliki cara tersendiri dalam mengajak anaknya bersekolah. Peran orang tua di rumah sangat penting, orang tua menjadi sumber pengetahuan bagi anak, tempat mereka bercerita, dan sumber penguat dan motivasi. Semoga Kurikulum Merdeka dan Festival ini dapat digelar rutin setiap tahunnya, sehingga banyak menginspirasi para orang tua di seluruh Indonesia,” pungkas Tri.
Sebagai perwakilan dari peserta didik, Jessica Putri Angelina Siregar, siswi SMP Negeri 1 Martapura, Kabupaten Oku, Sumatera Selatan, mengangkat karya berjudul Menciptakan Sosialisme Di Merdeka Belajar. Dalam karya tersebut ia menceritakan bahwa di era Gerakan Merdeka Belajar terjadi perubahan positif dari pembelajaran guru di kelas.
“Gerakan Merdeka Belajar melalui Kurikulum Merdeka membuat pembelajaran menjadi tidak membosankan, aktivitas belajar juga dapat dilakukan di luar kelas. Sehingga, dari hal tersebut terciptanya interaksi atau sosialisme antar peserta didik maupun guru di sekolah,” imbuh Jessica.
Jessica menilai, implementasi Kurikulum Merdeka membuat para guru tidak memandang rata kemampuan peserta didik. Bahkan suasana menyenangkan di kelas membuat siswa dapat mengeksplorasi dan mengembangkan potensi yang dimiliki.
“Semoga Kurikulum Merdeka juga dapat digunakan oleh banyak peserta didik Indonesia, penting bagi kita menciptakan ruang belajar di luar kelas, sehingga banyak interaksi yang terjadi dan memantik kreativitas para peserta didik,” tutup Jessica.